Angan yang dituliskan...





Tulisan itu dibuat sekitar 2 tahun yang lalu. Tiga baris kata itu adalah buah rasa bimbang atas kompleksitas pertempuran Teknik Kimia yang memusingkan.

Bagaimana tekanan dan suhu tinggi tak pernah lepas dari pandangan mata. Bagaimana tekanan tinggi kian menyesakkan dada dan menekan kebebasan bernafas. Bagaimana suhu tinggi kian melelehkan angan dan harapan. Bagaimana kolaborasi akan keduanya semakin menyudutkan daya tahan.

Tiga baris kata itu adalah buah rasa khawatir atas memudarnya harapan untuk tercapainya angan-angan besar. Dua tahun lamanya tulisan itu tercetak di papan lusuh yang terpasang di pojok kamar yang makin hari makin berantakan. Tulisan yang tak akan dihapus sebelum babak akhir rampung dijalani. Tak dihapus bukan karena tak punya penhapus. Tak dihapus juga bukan karena punya banyak papan lusuh untuk ditulisi. Alasannya lebih karena rasa takut. Bagaimana kalau itu kuhapus lalu Allah Yang Maha Baik menganggap bahwa aku tak lagi berharap? Bagaimana kalau itu kuhapus, lalu Allah Yang Maha Kasih benar-benar mengusir doa-doa itu dari daftar doa panjangku. Maka biarlah tulisan itu tetap disana sampai akhirnya babak akhir itu datang sesuai doa yang tertulis jelas di sana. November 2016.

Kini sudah November 2016.
Setidaknya dua diantara tiga dari itu tercapai.

Sungguh, percayailah bahwa angan dan harapan tak sepantasnya hanya dibiarkan bersarang di angan-angan. Sungguh, angan dan harapan itu perlu ditorehkan dalam tulisan. Sungguh, angan-angan yang hanya diangankan hanya akan tertiup angin dan terbawa debu perjalanan yang kotor. Sungguh angan yang dituliskan itu lebih mungkin terwujud, karena tulisan tak akan serta merta terbawa angin jahat dan debu kotor. 

“Jika kita tak melupakan doa, bagaimana mungkin Allah SWT akan melupakannya”.