KARNAVAL KEMERDEKAAN
-Sebuah parade demokrasi, budaya sederhana yang penuh arti-



Hingar bingar keceriaan kota
Segala macam senyum dan tawa tumpah ruah
Segala rupa busana disandang meriah
Karnaval Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-60
Parade Demokrasi dari kaki Gunung Slamet yang penuh damai

17 Agustus 1945.
Bersama jiwa yang penuh gelora semangat, Bapak Bangsa berdua – Soekarno-Hatta- mendeklarasikan kemerdekaan. Tekad bulat untuk merdeka digelorakan di seluruh Negeri. Semangat kemerdekaan ini ditularkan melalui angin yang turut menyambut senang sebuah kebebasan. Kemerdekaan itu layaknya hujan di kala kemarau panjang. Amat dinanti. Amat diharapkan.

Namun…
Kemerdekaan tak lagi menggairahkan seperti kala itu. Semangat mulai pudar. Antusiasme mulai berkurang. Bahkan harapan-harapan mulai dilupakan. Negeri ini makin carut marut. Masalah silih berganti. Datang dan pergi tanpa permisi. Momen ulang tahun negeri terlupa oleh masyarakatnya sendiri. Kandas dan tertimbun oleh carut marut masalah yang makin menggunung tak berujung.
Apakah bangsa ini lupa untuk bahagia? Bahkan hanya untuk mengenang kapan kelahirannya?

Pulosari tak lupa untuk bahagia.
Momen Hari Kemerdekaan dikemas dengan berbeda. Tak ada suasana sepi. Semua meriah. Semua bergairah. Momen 17 Agustus adalah perayaan besar, kebahagiaan seluruh desa. Event-event dilaksanakan. Wajah Desa dirias segala rupa. Segala macam hal dipatutkan. Berbagai hiasan warna-warni dipasang di sudut-sudut jalan. Ceria dan bahagia. Indah dan meriah. Pulosari benar-benar menasbihkan 17 Agustus sebagai hari baik untuk bercermin dan mematut diri.

Pulosari tak lupa untuk bahagia.
HUT RI bukanlah momen satu hari. Berbagai macam perayaan telah dirancang oleh Bapak Ibu perangkat desa. Seluruhnya dilahap oleh masyarakat dengan antusias. Wajah desa dirias melalui lomba K3. Kesehatan masyarakat ditingkatkan melalui lomba gerak jalan. Kreativitas dan kebanggaan akan potensi alam dipompa melalui lomba kuliner non beras. Dan tibalah kini untuk memuaskan hasrat kebahagian warga melalui Karnaval Kemerdekaan.

Kami tak lupa untuk turut bahagia
Kebanggaan ketika kami-segenap mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Unit Pulosari Pemalang- dapat mengawal serangkaian acara indah itu. Kehormatan atas undangan panitia dengan menjadikan kami juri dalam berbagai momen tersebut. Kebahagiaan saat kami berkesempatan membenamkan diri dalam kebahagiaan yang dirayakan masyarakat. Kami turut bahagia. Kami turut tersenyum. Kami turut berbangga atas momen besar ini, terutama Karnaval Kemerdekaan Republik Indonesia yang nyata-nyata menyajikan praktik demokrasi terbuka.

Pulosari cerminan desa demokrasi
 Demokrasi bukan lagi hal yang asing untuk didengar. Demokrasi bukan lagi hal yang aneh untuk diperbincangkan. Bahkan demokrasi bukan lagi hal yang patut disembunyikan dan tak diterapkan. Pulosari memang sebuah desa yang tak besar. Tapi disana kita dapat melihat bagaimana demokrasi terbuka menjadi ajang tahunan yang dikemas dengan indah.


Pulosari bersemangat untuk membangun
Pulosari merayakan ulang tahun bangsa dengan Karnaval Kemerdekaan sebagai puncak acaranya. Dalam event ini setiap rukun tetangga mengirimkan satu keluh kesah untuk Pulosari. Keluh kesah ini dikemas bersama maskot yang diciptakan dengan gagah. Salah satunya adalah replikasi mobil siaga. Replikasi mobil siaga ini menggambarkan kekecewaan masyarakat akan penggunaan mobil siaga yang kurang bijaksana. Ada pula replikasi mesin pengaspal jalan yang menunjukkan kekecewaan masyarakat akan akses jalan yang buruk. Lebih dari 30 RT turut serta dalam iring-iringan karnaval, dapat dibayangkan bagaimana meriahnya momen ini.
Bahagianya tak terkira ketika melihat semangat masyarakat untuk maju seperti itu. Takjub tak terkira memandang kreatifitas masyarakat yang luar biasa. Bangga yang amat sangat dapat menjadi bagian dari event besar seperti ini. Haru melihat masyarakat yang tak kenal lelah dan panas, walaupun acara digelar di tengah hari yang terik.

Kami turut berdemokrasi
Karnaval Kemerdekaan menjadi momen yang sayang untuk dibiarkan berlalu begitu saja. Belum banyak pemuda-pemudi Pulosari yang akrab dengan dunia perkuliahan. Bangku perkuliahan belum menjadi hal yang dinanti. Mahasiswa KKN adalah agen bangsa yang wajib menyebarkan misi : betapa pendidikan menjadi harga mati. Kami didaulat menjadi juri dalam event besar ini. Namun terlalu sayang jika hanya sebatas itu saja. Event ini bukan hanya momen mematut diri bagi Pulosari. Namun juga momen bagi kami untuk menggugah semangat menuntut ilmu bagi pemuda-pemudi Pulosari. Kami terjun dalam barisan depan. Menenteng slogan berbagai rupa guna menyadarkan pemudi-pemudi bahwa pendidikan adalah harga mati!

Kami untukmu Indonesia. Baru ini yang dapat kami persembahkan dalam momen 60 tahun kelahiranmu…