Cinta. Satu kata sederhana yang tak akan lekang
oleh usia. Sudah banyak penulis bicara cinta. Dari cinta yang biasa-biasa saja
sampai cinta yang luar biasa.
Cinta adalah kisah yang tak pernah basi. Apalagi
berjamur dan usang hingga terlupakan. Debu pun tak sanggup membuat cinta
menjadi buram. Sebenarnya, kisah cinta menjadi abadi cukup dengan satu alasan
saja . Cinta terlampau sering disentuh oleh manusia, cinta terusap dan terasah
seiring waktu berdetak.
Cinta adalah kisah yang tak pernah membosankan.
Cinta, makin berliku makin menarik. Cinta, makin berteka-teki makin cantik.
Cinta yang sama juga membadani sebuah film
berjudul “Keumala”. Ini memang film lama. Namun, benang ceritanya yang tak
biasa membuatnya tak berhenti memesona. Keumala adalah tokoh utama dalam film
ini. Dia ditemani oleh peran pasangannya
bernama Langit.
Senja telah mempertemukan mereka di sebuah kala
yang tidak biasa. Senja ini telah mempersatukan mereka setelah perseteruan
kata-kata yang ditamparkan oleh Langit.
Dan dalam senja ini aku berangkat menuju terang
sedangkan kamu pulang dari gelap.
Keumala, gadis cantik yang kesepian. Kesepian
telah membuat manusia pandai berdusta, terutama terhadap diri sendiri. Keumala
memilih dusta sebagai jalan pilihannya. Tak hanya dusta pada orang lain, namun
dusta pada cintanya sendiri. Keumala terlalu angkuh untuk meminta. Sehingga
sepi menjadi teman abadinya dalam perjalanan menuju kegelapan Retinitis Pigmentosis.
Kegelapan makin nyata bagi Keumala tak lama
setelah senja pertamanya bersama Langit. Langit yang sudah didustai kini datang
sebagai sosok yang berbeda, Arthur. Keumala yang ketika terang pandai berdusta,
kini terlalu jujur bersama kegelapannya. Hening bisu yang dibawa Arthur membuat
Keumala meruntuhkan kedustaan masa lalunya. Senja yang
mempertemukan kita. Sendiri adalah candu. Dan candu adalah menuju
kekosongan.
Film ini adalah tentang Keumala yang menyongsong
gelap bersama terang yang dihadirkannya kepada Langit. Uraian objektif mengenai
film tersebut patut diakhiri sampai di sini. Silakan kawan-kawan menonton
filmnya dan nikmati setiap benang ceritanya.
Keluar dari uraian objektif di atas, kini
giliran uraian subjektifnya. Keangkuhan yang dimiliki Keumala juga dimiliki oleh
seseorang di dunia nyata. Dengan kisah yang hampir sama, seseorang tersebut
juga menenggelamkan keangkuhannya berkat seseorang. Terima kasih untuk
seseorang itu. Dimana pun adamu, semua karena mu waktu itu.
Dan kemudian, terima kasih kepada seseorang yang
sudah layaknya Lintang bagi Inong. Terima kasih untuk dia atas sikap yang sama
seperti detik 53.36 dan 54.13 di film ini. Terima kasih atas air lautmu yang
dingin yang telah menghilangkan panas keangkuhan dalam jiwa seseorang. Terima
kasih telah menghadirkan jiwa yang lebih manusia bagi seorang manusia di luar
sana.
Biarpun kini etika harus dijunjung hingga
perpisahan harus dihadirkan. Terima kasih atas jalan berbeda yang kau bawa
sejak senja di tengah tahun 2008 itu.
-eN
2014-