SELAMAT JALAN KAWAN

2 Mei 2009. Hari dimana semua siswa, guru, karyawan, dan semua orang terkejut oleh sebuah berita. Berita mengenai sebuah tragedi yang merenggut salah seorang dari kami. Dan karena tragedi ini juga dia tersenyum. Melambaikan tangan tanda perpisahan. Melepas segala beban atas segala permasalahan. Yah melepas segala hal, termasuk jiwanya. “FAISA CAHYA PRATAMA”. Yah tinggal nama itulah yang kini terkenang. Beserta segala hal yang ada pada dirinya. Sifatnya. Candanya. Sikapnya. Tawanya. Dan tentunya kenakalannya.
2 Mei 2009 adalah satu hari seusai Ujian Nasional Tingkat SMP digelar. Seusai upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, remaja gemuk ini tak menunjukkan gelagat aneh apapun. Dia tetap nongkrong bersama teman-temannya. Itulah kebiasaannya. Mereka berkumpul bersama. Saling bercerita guna melepas asa dan segala beban. Ada yang bercerita dengan gembira dan senyum. Namun ada pula yang murung. “
Faisa adalah salah seorang siswa yang menjadi bahan kekhawatiran para guru. Namun dia tetap lah dia, yaitu Faisa. Sifatnya yang easygoing membuatnya tak peduli dengan gunjingan apa pun. Dia tak pernah berpikir dua kali. Ketika ingin melakukan sesuatu “Ya lakukan saja!” katanya. Ibarat mengalir di arus air. Kemana air pergi dia ikuti. Namun ada satu hal yang membanggakan. Seorang Faisa mengubah dirinya 180 derajat. Yang dulunya tak mengenal ibadah, Justru kini selain salat dia juga berpuasa. Bahkan salat-salat sunnah juga menjadi makanannya sehari-hari.  Dan satu lagi, tersenyum. Kebiasaannya sekarang adalah tersenyum. Namun sayangnya itu senyum terindah dan terakhir bagi kami.
***
Untuk melepas suntuk, sore itu Faisa bersama dua belas temannya berencana nonton konser. Yah karena musik favoritnya adalah reggae, jadi tentunya mereka menonton konser reggae. Bahkan ketigabelas anak yang masih SMP itu rela mengayuh sepeda. Menembus kegelapan malam hanya demi satu hal, yaitu idola. Mungkin kebersamaan itulah sumber kekuatan mereka.
Namun mengingat waktu yang sudah mulai malam, ketigabelas anak itu mulai berrembug.  Akhirnya sepeda-sepeda kecil itu, mereka titipkan ke sebuah penitipan sepeda di sebuah terminal. Kemudian perjalanan kembali dilanjutkan. 26 kaki mungil itu melangkah ke jalan raya. Langkah-langkah kecil di tengah kegelapan malam. Malam yang ditinggalkan oleh terangnya matahari. Dan jangkrik-jangkrik pun mulai memeriahkan kesunyian malam itu.
***
Sebuah truk melaju lambat di jalan raya Ring Road Utara Jogja. Jalan yang sungguh lengang. Kemudian salah satu dari mereka  melambaikan tangan. Tanda bahwa mereka ingin menumpang. Dan patut disyukuri, truk itu sudi untuk berhenti. Ini pertanda bahwa sang sopir bersedia untuk ditumpangi orang lain. Yah walaupun orang asing tentunya.
Satu per satu dari mereka akhirnya naik ke dalam bak truk. Satu kaki demi satu kaki. Namun ternyata inilah awal dari sebuah tragedi besar. Orang terakhir yang melangkahkan kakinya ke truk ini jatuh tersungkur. Ketika salah satu kakinya melangkah ke bak truk, truk tiba-tiba saja melaju. Sang sopir tak sadar bahwa masih ada satu anak lagi yang belum naik. Dan akhirnya…. bruk…..
Faisa jatuh. Tubuhnya tersungkur ke belakang. Wajahnya mengenai pembatas jalan. Raut muka yang gemuk itu sudah tak berbentuk lagi. Darah tercecer di mana-mana. Sebagian tulangnya patah dan retak. Seisi truk akhirnya panik. Begitu juga sang sopir. Keadaan semakin mengkhawatirkan ketika darah tak juga berhenti. Terus saja mengalir deras.
15 menit kemudian rumah sakit gempar. Pasien kecelakaan tiba-tiba datang dengan kondisi yang sungguh-sunggah ironis. Unit Gawat Darurat juga panik. Tak hanya pihak rumah sakit saja yang panik sebenarnya, namun keduabelas teman Faisa juga panik. Pihak rumah sakit segera memberi pertolongan pertama. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Tuhan begitu menyayangi Faisa. Dia tak sanggup melihat hamba-Nya merasakan sakit yang amat sangat. Dan kami yang masih hidup meyakini bahwa dia kembali dengan senyum.
SELAMAT JALAN :)


Salam u/ surga