2
Mei 2009 adalah satu hari seusai Ujian Nasional Tingkat SMP digelar. Seusai
upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional, remaja gemuk ini tak menunjukkan
gelagat aneh apapun. Dia tetap nongkrong bersama teman-temannya. Itulah
kebiasaannya. Mereka berkumpul bersama. Saling bercerita guna melepas asa dan segala
beban. Ada yang bercerita dengan gembira dan senyum. Namun ada pula yang
murung. “
Faisa
adalah salah seorang siswa yang menjadi bahan kekhawatiran para guru. Namun dia
tetap lah dia, yaitu Faisa. Sifatnya yang easygoing
membuatnya tak peduli dengan gunjingan apa pun. Dia tak pernah berpikir dua
kali. Ketika ingin melakukan sesuatu “Ya lakukan saja!” katanya. Ibarat
mengalir di arus air. Kemana air pergi dia ikuti. Namun ada satu hal yang membanggakan.
Seorang Faisa mengubah dirinya 180 derajat. Yang dulunya tak mengenal ibadah, Justru
kini selain salat dia juga berpuasa. Bahkan salat-salat sunnah juga menjadi makanannya sehari-hari. Dan satu lagi, tersenyum. Kebiasaannya
sekarang adalah tersenyum. Namun sayangnya itu senyum terindah dan terakhir
bagi kami.
***
Untuk
melepas suntuk, sore itu Faisa bersama dua belas temannya berencana nonton
konser. Yah karena musik favoritnya adalah
reggae, jadi tentunya mereka menonton konser reggae. Bahkan ketigabelas anak yang masih SMP itu rela mengayuh
sepeda. Menembus kegelapan malam hanya demi satu hal, yaitu idola. Mungkin
kebersamaan itulah sumber kekuatan mereka.
Namun
mengingat waktu yang sudah mulai malam, ketigabelas anak itu mulai
berrembug. Akhirnya sepeda-sepeda kecil
itu, mereka titipkan ke sebuah penitipan sepeda di sebuah terminal. Kemudian
perjalanan kembali dilanjutkan. 26 kaki mungil itu melangkah ke jalan raya.
Langkah-langkah kecil di tengah kegelapan malam. Malam yang ditinggalkan oleh
terangnya matahari. Dan jangkrik-jangkrik pun mulai memeriahkan kesunyian malam
itu.
***
Sebuah
truk melaju lambat di jalan raya Ring Road Utara Jogja. Jalan yang sungguh lengang.
Kemudian salah satu dari mereka
melambaikan tangan. Tanda bahwa mereka ingin menumpang. Dan patut
disyukuri, truk itu sudi untuk berhenti. Ini pertanda bahwa sang sopir bersedia
untuk ditumpangi orang lain. Yah walaupun orang asing tentunya.
Satu
per satu dari mereka akhirnya naik ke dalam bak truk. Satu kaki demi satu kaki.
Namun ternyata inilah awal dari sebuah tragedi besar. Orang terakhir yang melangkahkan
kakinya ke truk ini jatuh tersungkur. Ketika salah satu kakinya melangkah ke
bak truk, truk tiba-tiba saja melaju. Sang sopir tak sadar bahwa masih ada satu
anak lagi yang belum naik. Dan akhirnya…. bruk…..
Faisa
jatuh. Tubuhnya tersungkur ke belakang. Wajahnya mengenai pembatas jalan. Raut
muka yang gemuk itu sudah tak berbentuk lagi. Darah tercecer di mana-mana.
Sebagian tulangnya patah dan retak. Seisi truk akhirnya panik. Begitu juga sang
sopir. Keadaan semakin mengkhawatirkan ketika darah tak juga berhenti. Terus
saja mengalir deras.
15
menit kemudian rumah sakit gempar. Pasien kecelakaan tiba-tiba datang dengan kondisi
yang sungguh-sunggah ironis. Unit Gawat Darurat juga panik. Tak hanya pihak
rumah sakit saja yang panik sebenarnya, namun keduabelas teman Faisa juga
panik. Pihak rumah sakit segera memberi pertolongan pertama. Namun ternyata
Tuhan berkehendak lain. Tuhan begitu menyayangi Faisa. Dia tak sanggup melihat
hamba-Nya merasakan sakit yang amat sangat. Dan kami yang masih hidup meyakini
bahwa dia kembali dengan senyum.
SELAMAT
JALAN :)
Salam
u/ surga