Aroma wangi hamparan tanah masih tinggal
biarpun sejuknya hujan telah pergi. Awan yang tadinya hitam kini telah menjadi putih
keabuan dengan sedikit corak hitam yang samar-samar. Sebuah setengah lingkaran dihias
serangkai warna turut serta menghias pemandangan. Ketiganya laksanaobat yang
menyirnakan segala macam kegundahan dan mengubahnya menjadi hawa sejuk yang
menenangkan.
Tak jauh dari sana,aku duduk bersandar.
Memandang sebuah arena pertunjukan dengan sajian pemandangan yang begitu indah. Aku tak peduli biarpun tubuh ini terhempas sejuknya angin. Aku tak rasakan biarpun kulit ini terhembus semilirnya angin.
Jauh memandang kutemukan seorang gadis tengah duduk termenung seorang diri. Hanya ditemani oleh desiran angin sejuk
yang semilir. Gulungan awan putih yang menggantung di langit. Serta
kemuning sinar mentari yang tengah menuju peraduannya.
Nampaknya beberapa detik lalu sehembus angin telah menghempasnya. Dan membuat rambutnya
yang terurai tak lagi rapi. Samar kulihat sebuah tangan menjulur ke arahnya dan membelai rambutnya. Kemudian membenahi rambutnya
yang telah diberantakkan oleh angin. Simpul senyum malu-malu tersungging dari bibirnya untuk menyambut seseorang itu. Dari
senyuman yang saling berbalas dapat kutahu jika mereka sepasang kekasih. Seseorang itu kemudian duduk menyertai gadisnya. Dua pasang tangan saling menggenggam. Dua pasang mata saling berbalas pandangan. Aku dapat pula
mendengar keduanya saling berbalas sanjungan. Saling memuji. Saling mengutarakan kasih sayang kekaguman.
Pemandangan indah akan sebuah romansa kasih sayang itu melelehkan
air mataku. Di tengah air mata yang mengalir sepasang kupu-kupu datang menghampiriku. Membuat pandangku beralih. Kini sepasang mataku tertarik pada sepasang kupu-kupu
yang tengah menari-nari di hadapanku. Keduanya tengah berdansa ria bersama.
Keduanya tengah bercerita bersama. Suara kasih dan sayangnya terdengar olehku. Mereka bercerita perjumpaan pertama. Mereka bercerita kisah kasih cintanya. Mereka juga memandang kisah masa depan.
Aku asyik mendengar cerita mereka. Sampai-sampai kutersenyum mengalihkan pandangan. Di
saat kembali pada pandanganku, kupu-kupu itu telah sirna. Sudah tak kudengar lagi suaranya. Telah tak kudapat lagi canda rianya. Mataku berkeliling,
tetap saja tak ada. Seketika air mataku meleleh. Aku kehilangan mereka. Aku memanggil-manggil mereka. Namun mereka tak kunjung datang. Aku berteriak.
“Kupu-kupu kemana dirimu? Jangan pergi…”
“Jangan pergi kupu-kupuku!”
“Kem…ba…li…lah…………”
Brukkk… Isabel
terjatuh. Seketika petugas Rumah Sakit Jiwa Kasih Kupu-kupu membopongnya menuju kamar.