Yang kaya tak cukup
Yang miskin “justru” melebihi
cukup
Statement di atas mungkin cukup tepat
menggambarkan hitam-putihnya kontradiksi situasi yang terjadi saat ini. Hitam
dan putih itu saling jauh. Spektrumnya terlalu kontras. Seperti jauhnya nol
dengan satu, kaya dengan miskin, siang dengan malam, serta dualisme-dualisme
yang lain.
Dunia pendidikan. Ranah yang katanya menjadi
modal penting masa depan. Dan lihatlah ketika hitam-putih antara kaya dan
miskin semakin terang di dunia itu. Namun ternyata anomalinya lebih terang.
Anomali??? –ini adalah pendapat subjektif- mari ditelusuri.
Anomali. Istilah ini lekat dengan dunia
sains. Diperkenalkan sejak jenjang sekolah dasar oleh guru-guru yang anggun nan
wibawa kala itu. Istilah ini diartikan sebagai sebuah keanehan. Tindak diluar kewajaran yang seharusnya.
Seharusnya begini namun begitu. Wajarnya ini namun itu. Kontradiksi.
Begitu juga di dalam sini. Di ranah
pendidikan, anomali adanya nyata. Dan pandangilah saat kecukupan materi (kekayaan)
tak sebanding dengan pencapaian prestasi pendidikan.
Notabene makin kaya (makin terfasilitasi) adalah makin
terbuka kesempatan berpendidikan. Sewajarnya yang lebih kaya bisa beli ini itu
seenak kantong demi menunjang pendidikan. Idealnya si-kaya bisa ikut les sana
sini seenak jidat demi meningkatkan prestasi. –jangan tersinggung bagi yang
merasa tersentil- Tapi nyatanya yang kaya
tak cukup (sadar) memaksimalkan kecukupannya.
Eksekusinya, “justru” si-miskin yang kesungguhannya lebih berkibar. Kesungguhan
mereka merdeka bahkan dari kemiskinannya sekalipun. Lalu malu kah kalian karena
cukup berduit namun tak cukup semangat meraih pendidikan? Ataukah pendidikan
menjadi tak cukup penting karena kalian sudah ber-kantong cukup tebal?
Faktanya anomali juga milik pergolakan zaman.
Hampir sama namun beda situasi. Pandangi ketika zaman makin maju, makin meriah
dengan kemudahan akses informasi, prestasi ”justru” melorot seperti celana lupa dikancingkan. Otak tak cukup berpengetahuan.
Anomali yang ini lebih parah. Bagai semut yang tak beranjak sekalipun selangkah
darinya satu ton gula bertebaran. Bahkan tak hanya tak beranjak, gula di
tinggal pergi oleh semut. Arus informasi
yang bisa dijadikan rujukan pendidikan, justru
diselewengkan untuk mengakses game online bahkan situs porno. Dan kemerosotan
ini nyata jika kita memandang dunia beberapa tahun sebelum era ini. Kesusahan.
Kemelaratan “justru” membuat
orang-orang di zaman itu lebih tangguh. Mereka menggempur keterbatasan. Mencari
secercah saja cahaya ditengah kegelapan. Begitu juga kegelapan dalam arti
sesunggunya, keterbatasan listrik. –mungkin justru karena terbatas, impian
mereka melampaui batas-
Next. Sebenarnya apa sih ujung dari anomali
ini? Ketika si-cukup belum cukup berkemauan untuk terus meningkatkan kecukupan
itu?
Sebenarnya sekedar ingin menerka. Sekaligus
membuka mata bagi yang masih tertutup akses pendidikan baginya. Bagi yang kilau
pendidikan belum menampar wajahnya. Bagi yang belum tergugah untuk terus
ber-pendidikan.
“JUSTRU KARENA JUSTRU”
Justru.
Memang ini sebuah kata yang jarang didengar karena jarang dipakai. Maka mulai
saat ini harus sering dipakai agar tak hanya didengar saja namun reminder ampuh bagi yang belum mau mendengar
iming-iming pendidikan. Justru
adalah kata yang paradoks. Yang membalikkan kewajaran dan keidealan seenak
udel.
Bagi si miskin.
Ketika si-kaya meragukanmu dengan berkata “Apa
kamu mampu terus sekolah? Emang punya uang? Sekolah mahal lho…”
Maka katakanlah… “Justru karena aku miskin, kan kuperlihatkan sehebat apa diriku padamu.
Justru karena aku miskin ukiran di
badanku akan lebih banyak daripadamu. Hinggaku menjadi lebih berkilau
daripadamu. Justru karena aku
miskin, aku lebih ingin...”
Bagi si kaya.
Jawablah kesungguhan hati si miskin “Justru karena aku kaya, aku lebih mampu.
Maka aku tak mau kalah darimu. Itu memalukan.”
Jika anomali ini sungguh membawa hikmah, maka
bergeraklah. Genggam “justru”
sebagai jimatmu. Pegang “justru” sebagai ujung pangkal
semangatmu.
Bagi teman seperjuangan…
Justru keterbatasanlah yang membuat impian kita
jauh melampai batas mereka.
Salam
u/ gadis yang lagi bersemangat