MANUSIA, SEBUAH CERMIN HIDUP

Sesempurna alam raya dengan segala keseimbangannya. Lebih sempurna adalah Tuhan Yang Maha Sempurna yang telah merangcangnya dengan begitu sempurna. Sebut salah satunya, siklus hidrologi. Segala macam bentuk air, entah air di samudera, rawa, sungai hingga persawahan, bahkan air di dedaunan. Semua ber-evaporasi, terkondensasi, hingga kembali ke bentuk semula. Limpahan air berfasa liquid. Sesempurna itulah ciptaan Sang Maha Sempurna. Layaknya kesempurnaan yang dilekatkan Tuhan pada kita, manusia. Kesempurnaan fisik dengan segala rupa bentuk dan kecanggihan indrawi. Juga kesempurnaan dengan dikaruniainya kita seperangkat akal dan perasaan hingga mampu berpikir, berkreasi dan berolahrasa. Dari kesempurnaan itu kita mampu belajar. 

Belajar dari kisah ini ::
 Suatu senja yang dihujani oleh tangisan langit terdapat situasi ketika seorang remaja putri tiba-tiba membanting daun pintu dan bernada tinggi pada sekelompok temannya. Ketika itu aku menjadi bagian dari kelompok itu. "Gue ini sibuk. Gak cuma ngurusin kalian aja. Kenapa musti nunggu gue sih cuma buat siap-siap aja. Apa harus diperintah terus?" Dengan nada tinggi seperti itu, suasana yang tadinya hening penuh ceria sontak berubah hening penuh tanya. Kami terdiam dalam tanya. Dia pun terdiam dalam penyesalan akibat kami yang seketika menunduk akibat perkataannya. Siapa yang salah dalam situasi ini? Kami atau dia? Siapa yang sudah bertindak keterlaluan?

Sejatinya manusia dapat dianalogikan seperti sebuah cermin. Cermin adalah sebuah benda bening yang mampu memantulkan cahaya yang datang padanya sehingga terbentuklah seberkas bayangan yang merupakan interpretasi dari benda di depannya. Bayangkanlah manusia sebagai sebuah cermin. Ketika seorang manusia bernama A misalnya. A melakukan kesalahan sehingga B menegurnya. Maka sejatinya B adalah cermin dari A. Teguran yang diterima A adalah bayangan dari kesalahan yang dilakukan A. Bukankah bayangan cermin itu jujur? Bukankah tidak mungkin akibat bercermin hidung kita menjadi bengkok? Yah sejujur itu pulalah cermin hidup. 

Kemudian bagaimana dengan kisah di atas?
Sebenarnya respon sekelompok remaja yang kemudian tertunduk saat ditegur adalah bayangan dari sikap "dia" yang begitu frontal menegur teman-temannya. Begitu juga ekspresi kemarahan dari "dia" sejatinya adalah bayangan dari sikap keterlaluan sekelompok remaja tadi, termasuk aku, akibat kurang berinisiatif untuk bertindak. 

Jadi...
Bertindaklah layaknya cermin yang baik. Jujurlah sebagai cermin hidup agar kesempurnaan yang kita miliki sebagai manusia adalah sebenar-benarnya kesempurnaan yang diharapkan Sang Maha Sempurna ketika kesempurnaan diberikan kepada kita, makhluk yang lebih sempurna.

Salam Kreatifitas.